Seringkali kita mendengar ungkapan “Buku adalah jendela dunia…” yang mengatakan bahwa dengan membaca buku, seseorang akan memperluas pengetahuannya tentang segala hal di dunia ini. Melalui membaca buku, kita dapat merasakan dan memahami apa pun yang dituliskan oleh penulisnya, entah itu berupa perjalanan mereka ke suatu tempat atau pengalaman dunia pribadi penulis tersebut. Tidak heran jika orang yang gemar membaca memiliki pandangan yang lebih “luas” terhadap dunia ini.
Namun, saya merasa khawatir. Jika aktivitas membaca buku hanya diartikan sebagai sebuah “jendela” untuk melihat dunia yang sempit, maka seorang pembaca dapat tersesat di dalam dunia yang berbeda-beda, tergantung pada dunia penulis tersebut.
Mengucap syukur jika “dunia” yang dibaca seseorang sesuai dengan kehendak Penciptanya, namun bagaimana jika sebaliknya? Tentu saja, hal ini menjadi suatu keprihatinan yang beralasan.
Suatu Perintah!
Membaca adalah perintah dari Sang Pencipta. Sebagai seorang Muslim, kita meyakini sepenuhnya bahwa apa yang telah diperintahkan oleh Allah Swt dalam Al-Qur’an adalah petunjuk.
Al-Qur’an tidak memuat keraguan di dalamnya, bagi siapa pun dan kapan pun itu, selama seseorang berpegang teguh pada apa yang terdapat dalam kitabullah, yaitu Al-Qur’an itu sendiri.
Perintah Allah Swt dalam QS Al-Alaq ayat 1 untuk membaca adalah salah satu bentuk petunjuk yang Allah Swt berikan sebagai ekspresi kasih sayang-Nya, juga agar kita menjadi hamba yang berpengetahuan luas.
Dengan membaca, kita tidak tersesat dalam kegelapan dunia, melainkan dapat membedakan antara yang benar dan yang salah. Bahkan, kita terhindar dari godaan dan tipu daya setan yang terkutuk.
Lebih jauh lagi, membaca adalah salah satu sarana bagi kita untuk mengenal diri dan Pencipta dunia ini.
Dalam surah Al-Alaq, ayat pertama, Allah Swt. memerintahkan kita untuk membaca dengan menyebut nama Tuhan yang Menciptakan kita, yaitu “Iqra bismi Rabbikalladzii Kholaq” (Bacalah!). Perintah ini ditujukan kepada kita sebagai hamba yang diciptakan oleh Allah Swt. Dengan perintah ini, secara umum, seorang hamba diharapkan membaca dan memiliki pengetahuan luas.
Jika ditanya mengapa kita diperintahkan Allah Swt. untuk membaca, jawaban yang sederhana adalah bahwa membaca adalah proses yang mendorong indra pengetahuan kita untuk berfungsi. Sebagai contoh, ketika seseorang membaca, ia menggunakan indera penglihatannya untuk melihat teks yang dibacanya. Melalui proses melihat ini, ia dapat mengenali, mengidentifikasi huruf, kata, dan kalimat yang ia baca.
Dalam konteks yang lebih luas, proses membaca dalam ayat pertama surah Al-Alaq adalah suatu upaya untuk mendekatkan diri dan tunduk kepada Sang Pencipta. Seperti ketika membaca sebuah buku, kita tenggelam dalam kalimat-kalimat indah yang ditulis oleh penulisnya, bahkan dapat merasakan kedekatan emosional seolah kita adalah bagian dari isi tulisan tersebut.
Demikian pula dengan proses membaca yang digambarkan dalam Surah Al-Alaq. Seorang hamba yang membaca (ber-iqra), dengan menyebut nama “Tuhan yang Menciptakanmu” (bismi Rabbik), akan mengenali, melihat kebesaran-Nya, bahkan mencapai ketundukan (wasjud) dan kedekatan (waqtarib) jiwa dan raga kepada Allah Swt.
Dalam ayat yang terkenal dalam firman Allah Swt., “….Yarfaillahulladzina Amanu Minkum Walladzina Utul Ilma Darojat..” (QS. Al Mujadalah. 11), Allah akan meninggikan derajat beberapa orang yang beriman di antara kalian, dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.
Ayat ini menyatakan bahwa seseorang yang beriman dan memiliki ilmu akan ditinggikan derajatnya oleh Allah Swt. Untuk mencapai keimanan, tidak mungkin dilakukan tanpa membaca.
Mengambil contoh dari Nabi Ibrahim Alaihisalam, ia menemukan Tuhan (dalam proses beriman) melalui membaca. Nabi Ibrahim Alaihisalam membaca (yaitu mengamati) bintang-bintang, bulan, dan akhirnya matahari. Melalui proses membaca tersebut, dia sampai pada kebenaran dan menolak untuk menyembah semua benda langit tersebut, karena secara logika tidak pantas menjadi Tuhan atau Pencipta. Melalui proses membaca tersebut, Ibrahim menemukan Tuhannya, yaitu Allah Swt.
Dengan melihat proses membaca yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim Alaihisalam, sudah jelas bahwa membaca adalah cara untuk mencapai keimanan. Hal yang sama berlaku jika kita ingin mendapatkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tentu datang dari Allah Swt., yang memiliki pengetahuan itu sendiri.
Oleh karena itu, mari membaca! Membaca adalah sebuah anugerah yang membawa kita untuk tunduk kepada Pencipta. Kecintaan pada membaca adalah kebahagiaan seorang hamba agar dapat mencapai kedekatan dengan Tuhannya.
Ditulis ulang dari Membaca adalah Wasilah Kedekatan dan Ketundukan pada Pencipta – Official Website Pemuda Hidayatullah | pemudahidayatullah.or.id, Penulis h Refra Elthanimbary, S.Sos., C.Mtr (Ketua Departemen Ristek PP Pemuda Hidayatullah)